FORUM MANDAILING

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
FORUM MANDAILING

ro ho, ro au , rap ro ma hita, rap ro rap ra

ambukon mada gut-gut i

HORAS TONDI MATOGU PIR TONDI MADINGIN

kepada seluruh pengunjung forum mandaling yang terhormat, forum ini belum memiliki moderator untuk mengendalikan seluruh thread dengan beberapa kategori, di mohonkan tu koum-koum yang luang waktu untuk dapat bergabung menjadi moderator forum ini, hanya membutuhkan loyalitas dan pengetahuan tentang mandailing agar forum ini bisa berkembang ke depannya, terimakasih

    WILLLEM ISKANDER (1840-1876)

    avatar
    Admin
    Admin


    Jumlah posting : 22
    Reputasi-mu : 0
    Join date : 22.02.11

    WILLLEM ISKANDER (1840-1876) Empty WILLLEM ISKANDER (1840-1876)

    Post  Admin Wed Mar 02, 2011 8:46 pm

    WILLLEM ISKANDER (1840-1876)

    WILLEM ISKANDER (1840-1876):
    PELOPOR PENDIDIKAN DARI SUMATERA UTARA


    OLEH BASYRAL HAMIDY HARAHAP
    http://basyral-hamidy-harahap.com
    Blog of Basyral Hamidy Harahap
    basyralharahap@centrin.net.id



    Sati Nasution gelar Sutan Iskandar

    Baginda Mangaraja Enda, generasi III Dinasti Nasution, mempunyai tiga orang isteri yang melahirkan raja-raja Mandailing. Isteri pertama boru Lubis dari Roburan yang melahirkan putera mahkota Sutan Kumala Sang Yang Dipertuan Hutasiantar. Baginda Mangaraja Enda menobatkan Sutan Kumala Sang Yang Dipertuan Hutasiantar menjadi raja di Hutasiantar dengan kedudukan yang sama dengan dirinya.
    Isteri kedua, boru Hasibuan dari Lumbanbalian yang melahirkan empat orang putera yang kelak menjadi raja. Mereka adalah Sutan Panjalinan raja di Lumbandolok, Mangaraja Lobi raja di Gunung Manaon, Mangaraja Porkas raja di Manyabar dan Mangaraja Upar atau Mangaraja Sojuangon raja di Panyabungan Jae.

    Isteri ketiga, boru Pulungan dari Hutabargot yang melahirkan dua orang putera, ialah: Mangaraja Somorong raja di Panyabungan Julu dan Mangaraja Sian raja di Panyabungan Tonga.

    Sutan Kumala Sang Yang Dipertuan Hutasiantar menobatkan tiga orang puteranya menjadi raja, masing-masing Baginda Soalohon raja di Pidoli Lombang, Batara Guru raja di Gunungtua, dan Mangaraja Mandailing raja di Pidoli Dolok.

    Penobatan tiga putera Sutan Kumala Sang Yang Dipertuan Hutasiantar itu dilakukan menyusul pemberontakan yang dilancarkan raja-raja di tiga daerah tersebut terhadap Baginda Mangaraja Enda. Sutan Kumala Sang Yang Dipertuan Hutasiantar berhasil memadamkan pemberontakan terhadap ayahandanya itu. Sementara itu raja-raja yang berontak eksodus bersama sebagian rakyatnya ke daerah pantai dan pedalaman Pasaman.

    Ada tiga tokoh penting dalam generasi XI Dinasti Nasution. Pertama, Sutan Kumala Yang Dipertuan Hutasiantar, yang biasa disingkat menjadi Yang Dipertuan. Tokoh ini dikenal sebagai raja ulama yang namanya banyak disebutkan oleh Multatuli di dalam karyanya Max Havelaar. Belanda menjulukinya Primaat Mandailing. Yang Dipertuan membantu kompeni melawan pasukan Paderi. Tokoh inilah yang bekerjasama dengan Asisten Residen Mandailing Angkola, 1848-1857, Alexander Philippus Godon (1816-1899), merancang dan membangun mega proyek jalan ekonomi dari Panyabungan ke pelabuhan Natal sepanjang kl. 90 kilometer.

    Kedua, Sutan Muhammad Natal, yang banyak disebut Multatuli di dalam Max Havelaar dengan nama Tuanku Natal, seorang raja Natal yang muda dan cerdas, sahabat karib Multuli ketika menjabat Kontrolir Natal (1842-1843).

    Ketiga, Sati gelar Sutan Iskandar ialah tokoh kita, Willem Iskander, yang lahir di Pidoli Lombang pada bulan Maret 1840.
    Tuanku Natal dan Willem Iskander adalah cucu langsung dari Sutan Kumala Porang, raja Pidoli Lombang.

    Pada usia 13 tahun, 1853, Sati masuk sekolah rendah dua tahun yang didirikan Godon di Panyabungan. Begitu lulus, 1855, Sati diangkat menjadi guru di sekolahnya. Barangkali Willem Iskander lah guru formal termuda, 15 tahun, dalam sejarah pendidikan Indonesia.
    Pada saat yang sama ia juga diangkat oleh Godon menjadi juru tulis bumiputera (adjunct inlandsch schrijfer) di kantor Asisten Residen Mandailing Angkola di Panyabungan. Jabatan guru dan juru tulis itu dijabatnya dua tahun, menggantikan Haji Nawawi yang berasal dari Natal, sampai menjelang keberangkatannya ke Negeri Belanda bersama Godon, Februari 1857.

    Salah satu penemuan saya tentang riwayat hidup Willem Iskander adalah Acte van bekenheid, ialah Surat Kenal sebagai pengganti Akte Kelahiran. Dokumen inilah antara lain yang saya pamerkan pada acara peringatan 100 tahun wafatnya Willem Iskander tanggal 8 Mei 1976 di Geliga Restaurant, Jln. Wahid Hasyim 77C, Jakarta Pusat.

    Sejak itu masyarakat mengetahui tarikh kelahiran Willem Iskander, ialah pada bulan Maret 1840 di Pidoli Lombang, Mandailing Godang. Ibunya Si Anggur boru Lubis dari Rao-rao dan ayahnya Raja Tinating, Raja Pidoli Lombang.

    Akte ini dibuat oleh sejumlah orang yang memberikan kesaksian tentang kelahiran Willem Iskander, ialah Arnoldus Johannes Pluggers amtenar di Onderafdeeling Groot Mandailing en Batang Natal, Johannes Hendrik Kloesman berusia 50 tahun amtenar yang berdiam di Tanobato, dan Philippus Brandon usia 40 tahun amtenar yang berdiam di Muarasoma. Akte bertanggal 28 Februari tahun 1874 ini ditandatangani oleh tiga amtenar tersebut, kemudian dilegalisasi oleh Residen Tapanuli, H.D. Canne, di Sibolga. Seterusnya akte ini dilegalisasi lagi oleh Sekretaris Ministerie van Kolonien, Henney, di Den Haag pada tanggal 7 Juni tahun 1876.

    Nama Sati Nasution gelar Sutan Iskandar adalah nama yang dicantumkan di dalam teks Acte van Bekenheid. Nama Willem Iskander diberikan kepadanya ketika dia masuk Kristen di Arnhem pada tahun 1858, setahun sebelum ia belajar di Oefenschool di Amsterdam.
    Seterusnya, nama Willem Iskander dipakainya di dalam karyanya, surat-surat, beslit, piagam, surat nikah dll. Jadi adalah salah kalau orang menulis namanya menjadi Willem Iskandar, yang benar adalah Willem Iskander.

    Bias-bias Tentang Willem Iskander


    Kekeliruan informasi tentang Willem Iskander selama ini terdapat di dalam berbagai tulisan yang terbit di Indonesia, antara lain seperti yang ditulis oleh Mangaraja Onggang Parlindungan di dalam bukunya Pongkinangolngolan Sinambela gelar Tuanku Rao: Terror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak 1816-1833. Saya temukan juga kesalahan di dalam buku Pusaka Indonesia yang disusun oleh Tamar Djaja. Penulis ini menyebutkan, bahwa pujangga Muhammad Kasim adalah murid langsung Willem Iskander. Bagaimana mungkin? Muhammad Kasim lahir di Muarasipongi pada tahun 1886, sepuluh tahun setelah Willem Iskander wafat di Amsterdam 8 Mei 1876.

    Lebih seru lagi tulisan Bismar Siregar yang dimuat oleh Harian Sinar Harapan edisi 31 Mei 1986. Tulisan bertajuk Sekedar Catatan Soal “Si Bulus-bulus Si Rumbuk-rumbuk” sebagai reaksi terhadap tiga tulisan bersambung Dr. Daoed Joesoef gelar Iskandar Muda Nasution tentang tiga hal ialah: Willem Iskander, Si Bulus-Bulus Si Rumbuk-Rumbuk dan tentang aktivitas saya meneliti Willem Iskander. Tulisan Dr. Daoed Joesoef gelar Iskandar Muda Nasution yang dikomentari Bismar Siregar itu dimuat Harian Sinar Harapan dua minggu sebelumnya.
    Gelar Iskandar Muda Nasution itu ditabalkan oleh raja-raja adat Mandailing kepada Dr. Daoed Joesoef selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang sedang mengunjungi Tanobato di Mandailing pada tahun 1981. Maksud kunjungannya adalah untuk melihat lokasi Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzers yang didirikan oleh Willem Iskander pada tahun 1862.

    Dr. Daoed Joesoef tiga kali mengunjungi lokasi ini: Pertama, melihat bekas pertapakan sekolah guru itu pada tahun 1981. Kedua, meletakkan batu pertama pembangunan SMA Negeri Willem Iskander di lokasi itu pada tahun 1982. Ketiga, meresmikan SMA Negeri Willem Iskander itu pada tahun 1983. Saya hadir pada tiga kali kunjungan itu sebagai rombongan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Kami berdua adalah pengagum berat Willem Iskander. Barangkali itu sebabnya saya selalu diajak oleh Dr. Daoed Joesoef selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ikut dalam rombongannya, atas biaya negara dengan SK Staf Ahli Menteri.

    Sepanjang yang saya ketahui, belum ada desa terpencil di pedalaman yang sampai tiga kali dikunjungi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sepanjang sejarah Negara Republik Indonesia, kecuali yang dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Daoed Joesoef, di Tano Bato. Ini benar-benar kunjungan yang spektakuler.

    Tiga artikel Dr. Doed Joesoef itu adalah: Pertama, "Si Bulus-bulus Si Rumbuk-rumbuk (I): Ditemukan Sebuah Buku Tua" dimuat oleh Harian Sinar Harapan 14 Mei 1986. Kedua, "Si Bulus-bulus Si Rumbuk-rumbuk (II): O, Mandailing Godang" dimuat oleh Harian Sinar Harapan 15 Mei 1986, dan Ketiga, "Si Bulus-bulus Si Rumbuk-rumbuk (III Habis): Meninggalnya Orang Jujur" dimuat oleh Harian Sinar Harapan 16 Mei 1986.

    Artikel Bismar Siregar itu sudah saya jawab pada tanggal 6 Juni 1986. Sesuai pesan Samuael Pardede, Redaksi Harian Sinar Harapan, agar saya menulis setuntas mungkin di bawah tajuk "Catatan Atas Bismar Siregar: Mayat Willem Iskander Tertembus Peluru." Orang bertanya, apa gerangan isi artikel Bismar Siregar yang bertajuk Sekedar Catatan Soal “Si Bulus-bulus Si Rumbuk-rumbuk” itu? Jawabannya ada pada buku saya Greget Tuanku Rao yang diterbitkan oleh Penerbit Komunitas Bambu di Depok, bulan September 2007 yang lalu.

    Ada lagi tulisan orang lain yang menyebutkan, bahwa Charles Adriaan van Ophuysen, ahli bahasa Melayu dan Mandailing yang terkenal namanya melalui nama Ejaan Van Ophuysen, adalah guru Willem Iskander. Bagaimana mungkin? Charles Adriaan van Ophuysen itu lahir di Solok tahun 1854. Ia masih balita ketika Willem Iskander dan Asisten Residen Mandailing Angkola, Alexander Philippus Godon, meninggalkan Mandailing menuju Negeri Belanda pada bulan Februari 1857.

    Ayah Charles Adriaan van Ophuysen, J.A.W. van Ophuysen adalah seorang amtenar legendaris di Pantai Barat Sumatera. Kariernya antara lain: Kontrolir Kelas Satu di Afdeeling XIII Kota dan IX Kota, 1852. Kontrolir Kelas Satu di Natal, Mandailing Natal, 1853, sepuluh tahun setelah Eduard Douwes Dekker (Multatuli) meninggalkan Natal. Assisten Residen Afdeeling XIII Kota dan IX Kota, 1855-1856. Asisten Residen Bengkulu, 1858-1861, merangkap Presiden Residentie-Raad dan Presiden Pangeran Raad.

    Kelak Charles Adriaan van Ophuysen, yang ahli Bahasa Melayu dan Bahasa Mandailing itu, selama delapan tahun menjadi guru di Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzers di Padangsidimpuan, 1882-1890. Bahkan ia menjadi direktur sekolah guru yang didirikan tahun 1879 itu, antara 1885-1890. Pada tanggal 1 Juli 1893 ia diangkat sebagai Inspektur Pendidikan Bumiputera Pantai Barat Sumatera berkedudukan di Bukittinggi.
    Prof. Van Ophuysen wafat di Leiden tanggal 19 Februari 1917, dimakamkan di Begraafplaats Groenesteeg di Leiden dengan nomor makam 769.

    Prof. Van Ophuysen bukan hanya ahli bahasa dan sastra Melayu dan Mandailing, tetapi ia juga tercatat sebagai kolektor tumbuhan. Ia memiliki 157 spesimen dengan nama tumbuhan bahasa daerah (1906). Pengetahuannya yang luas tentang berbagai ragam tumbuhan di Mandailing telah memantapkan karangannya tentang bahasa daun dalam Bahasa Mandailing. Ia menyebutkan bahwa Bahasa Mandailing adalah satu-satunya bahasa di dunia yang memiliki bahasa daun.

    Jadi sudah pasti Charles Adriaan van Ophuysen tak pernah bertemu dengan Willem Iskander, apatah lagi sebagai guru bagi Willem Iskander. Yang benar adalah, ada murid Willem Iskander yang sejawat Charles Adriaan van Ophuysen sebagai sesama guru di Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzers Padangsidimpuan, seperti Pangulu Lubis yang dikenal juga sebagai Guru Batak.


    Menapak Karier

    Setelah Willem Iskander memperoleh ijazah guru bantu dari Oefenschool pimpinan D. Hekker Jr. di Amsterdam, ia bertolak dari Bandar Amsterdam dengan kapal Petronella Catarina pada tanggal 2 Juli 1861. Setibanya di Batavia pada bulan Desember 1861, Willem Iskander menghadap Gubernur Jenderal, Mr. Ludolf Anne Jan Wilt Baron Sloet van den Beele.

    Willem Iskander mengutarakan maksudnya mendirikan sekolah guru di Mandailing, dan memohon bantuan Gubernur Jenderal agar cita-citanya itu terlaksana. Gubernur Jenderal Gubernur Pantai Barat Sumatera ketika itu, Van den Bosche, agar membantu Willem Iskander. Acara pertama Willem Iskander ketika tiba di Padang, adalah menghadap Van den Bosche untuk menyerahkan surat Gubernur Jenderal, sekaligus melaporkan dialognya dengan Gubernur Jenderal di Batavia.

    Dalam perjalanan kembali ke Mandailing melalui pelabuhan Natal, Willem Iskander berlayar bersama Asisten Residen Mandailing Angkola ketika itu, Jellinghaus, yang sedang berada di Padang. Mereka singgah dua hari di rumah kerabat Willem Iskander, Tuanku Natal. Setelah Willem Iskander tiba kembali di Mandailing pada awal 1862, ia melakukan persiapan pendirian sekolah guru di Mandailing. Tempat yang ia pilih adalah Tanobato, 526 meter di atas permukaan laut, desa yang ketika itu berhawa sejuk rata-rata 22°C, berada di pinggir jalan ekonomi ke pelabuhan Natal. Bangunan sekolah pun didirikan bersama masyarakat setempat. Bangunan empat ruangan, ialah tiga ruang kelas, satu tempat tinggal Willem Iskander. Bahan bangunan itu terbuat dari kayu, bambu dan atap daun rumbia. Ada dua bangunan lagi di sebelah gedung sekolah ini, ialah Gudang Kopi (Pakhuis) dan Pasanggrahan.

    Dalam usia 22 tahun, Willem Iskander melakukan terobosan besar gerakan pencerahan (Aufklärung) melalui pendidikan di Mandailing Angkola, khususnya di Mandailing. Orientasi, cakrawala, penalaran, idealisme, kearifan, dan semangat pembaharuan telah membekali Willem Iskander untuk melakukan gerakan pencerahan di Tapanuli.

    Semboyan revolusi Prancis: Liberté, Egalité, dan Fraternité (Kebebasan, Persamaan, dan Persaudaraan) telah merasuk benar ke dalam jiwanya. Willem Iskander menyaksikan bagaimana semboyan kemanusiaan yang universal itu disosialisasikan dan diamalkan oleh Godon, atasan dan mentornya yang berdarah Prancis itu.

    Willem Iskander menerima beslit bertanggal 5 Maret 1862, yang mengizinkannya mendirikan Kweekschool di Mandailing. Beslit kedua bertarikh 24 Oktober 1862 yang menetapkannya sebagai guru pada Kweekschool Tanobato.

    Perjuangannya sangat berat. Sedikit sekali orang yang mau menyekolahkan anaknya di sekolah guru itu. Kesulitan itu dapat diatasinya dengan (habisukon) kearifan, ketekunan, kesabaran dan kegigihannya terus menerus mensosialisasikan gagasan pembaharuannya dari rumah ke rumah. Maka kelangkaan murid itu pun dapat diatasinya. Lagi pula, masyarakat mengetahui bahwa Yang Dipertuan sangat mendukung gerakan pembaharuan melalui pendidikan yang dilakukan oleh Willem Iskander. Dengan demikian ia berhasil menempatkan sekolah guru ini sebagai tumpuan harapan kemajuan masa depan.

    Baru satu tahun usia Kweekschool Tanobato, pada bulan September 1863, Gubernur Van den Bosche datang dari Padang melakukan inspeksi ke sekolah ini. Gubernur Pantai Barat Sumatera ini melaporkan kunjungannya kepada Gubernur Jenderal dalam suratnya tanggal 13 September 1863. Ia menyatakan kekagumannya terhadap kepiawaian Willem Iskander. Kesannya ia tulis dengan kata-kata zeer ontwikkeld, hoogst ijverig, artinya sangat cerdik, terpelajar, dan sangat rajin dan tekun.

    Gubernur Van den Bosche mengusulkan kepada Gubernur Jenderal di Batavia supaya dibangun satu Kweekschool saja di Padang untuk wilayah Pantai Barat Sumatera, yang akan dipimpin oleh Willem Iskander. Ia yakin Willem Iskander mampu memimpin sekolah itu, karena Willem Iskander fasih berbahasa Melayu dan Belanda. Jika usul ini disetujui, maka Kweekschool Fort de Kock (Bukittinggi) yang didirikan 1856 dan Kweekschool Tanobato yang didirikan 1862 harus ditutup. Gubernur Jenderal membahas usul ini dalam sidang Raad van Indië, Dewan Hindia. Ternyata usul Van den Bosch itu ditolak oleh Raad van Indië.

    Empat tahun setelah Willem Iskander mendirikan Kweekschool Tanobato, Mr. J.A. van der Chijs, Inspektur Pendidikan Bumiputera, datang dari Batavia ke Tanobato selama tiga hari pada bulan Juni 1866. Kedua tokoh pendidikan itu mendiskusikan cara-cara terbaik yang harus ditempuh untuk memajukan pendidikan bumiputera. Willem Iskander menyampaikan beberapa gagasan kepada Van der Chijs, di antaranya agar pemerintah mendidik guru sebanyak-banyaknya dengan cara memberikan beasiswa kepada murid-murid untuk mendapat pendidikan keguruan di Negeri Belanda. Sebagai langkah pertama ia mengusulkan agar beasiswa itu diberikan kepada 8 orang, masing-masing dua orang dari Mandailing, Jawa, Sunda dan Manado.

    Selama di Tanobato Van der Chijs menyaksikan penyelenggaraan pendidikan di sekolah guru ini. Ia mengagumi kebolehan Willem Iskander mengajarkan konsep-konsep ilmu pengetahuan dalam bahasa Mandailing dan bahasa Melayu. Van der Chijs juga mengagumi kemampuan berbahasa Belanda para murid Willem Iskander. Van der Chjis menyaksikan Willem Iskander mengajarkan dasar-dasar fisika dalam bahasa Mandailing dengan metode sendiri, memakai alat peraga lokal yang dikenal baik oleh murid-muridnya.

    Van der Chijs menulis di dalam laporan tahunan pendidikan bumiputera tentang kekagumannya terhadap tiga kemampuan murid-murid Willem Iskander, ialah dalam bidang matematika, bahasa Melayu dan bahasa Belanda. Van der Chijs menyaksikan mereka membuat esai dan surat menyurat dalam dua bahasa itu.
    Willem Iskander bekerja keras memenuhi cita-citanya mendidik murid-murid agar memiliki kreativitas yang tinggi, agar menjadi cendekiawan kelak di kemudian hari. Oleh karena itu, ketika ia diangkat menjadi anggota komisi penerjemahan karya-karya berbahasa Melayu ke dalam bahasa Mandailing, ia langsung melibatkan murid-muridnya.

    Tingginya kualitas murid-murid Willem Iskander terbukti dengan kesalahan beslit pemberian honorarium kepada Willem Iskander yang seharusnya diberikan kepada muridnya Si Mangantar gelar Raja Baginda. Kesalahan itu merepotkan banyak pihak di Batavia, karena perbaikan kesalahan itu menyangkut begitu banyak tanda tangan. Murid-murid Willem Iskander bukan saja tersebar di Tapanuli, tetapi juga ke Singkil, Nias dan Sulit Air di Sumatera Barat.

    Willem Iskander sadar, bahwa kemampuan berbahasa Melayu dan bahasa Belanda, adalah kunci gerbang ilmu pengetahuan ketika itu. Bahasa Mandailing diajarkan sesuai kaidah-kaidah bahasa. Sedangkan bahasa Belanda diajarkannya empat kali seminggu. Kemampuan berbahasa itulah yang mengantarkan para muridnya menjadi pengarang, penerjemah dan penyadur. Willem Iskander pun bekerja keras meningkatkan wibawa sekolah sebagai pusat kemajuan.

    Pertemuan Willem Iskander selama tiga hari dengan Inspektur Pendidikan Bumiputera, Mr. J.A. van der Chijs di Tanobato telah membuahkan banyak hasil. Gagasan Willem Iskander agar pemerintah memberikan beasiswa kepada guru-guru muda untuk belajar di Negeri Belanda, menjadi pemikiran pemerintah pusat.

    Ada peristiwa yang luar biasa ketika Willem Iskander melaksanakan EBTA pada bulan Juni 1871. Pelaksanaan ujian itu sangat istimewa, karena dihadiri petinggi pemerintah ketika itu, ialah: Gubernur Pantai Barat Sumatera, Residen Tapanuli, Asisten Residen Mandailing-Angkola dan Kontrolir wilayah itu.

    Ujian dimulai dengan menyuruh murid-murid menulis esai, dilanjutkan dengan pertanyaan tentang ilmu alam, lembaga-lembaga pemerintahan Hindia Belanda. Kemampuan berbahasa Belanda dan bahasa Melayu diuji dengan cara membaca dan berbicara. Ujian berhitung dilakukan dengan menjawab soal-soal dengan menulis pada batu tulis dan papan tulis.

    Usai melakukan inspeksi itu, Gubernur menyampaikan kepuasannya kepada Willem Iskander
    terhadap kemampuan murid-murid Willem Iskander berbahasa Belanda. Gubernur mengharapkan agar Willem Iskander lebih meningkatkan lagi mutu pendidikan di sekolah ini.

    Pada kesempatan lain setelah inspeksi itu, Asisten Residen Mandailing Angkola nengunjungi sekolah ini yang kemudian diikuti oleh pejabat-pejabat lain. Para pejabat itu berdialog dengan murid-murid sambil mengajukan berbagai pertanyaan. Para murid memberikan jawaban atau penjelasan secara memuaskan (Verslag, 1871:56-57).


    Sidang Tweede Kamer

    Sementara itu, berbagai upaya terus dilakukan oleh Willem Iskander agar gagasan itu menjadi kenyataan. Ia menulis surat pribadi kepada seorang anggota parlemen, Tweede Kamer, Willem Adriaan Viruly Verbrugge (1830-1908), seorang yang menguasai permasalahan pendidikan di Hindia Belanda. Surat itu dibahas dalam sidang Tweede Kamer pada tanggal 11 November 1869, 138 tahun yang lalu. Sidang ini dihadiri 71 orang termasuk ketua Tweede Kamer, Mr. Willem Hendrik Dullert (1817-1881) dan Menteri Urusan Jajahan, De Waal.
    Beberapa tokoh terkenal lainnya yang sudah menjadi anggota Tweede Kamer yang hadir dalam sidang itu adalah mantan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Mr. Ludolf Anne Jan Wilt Baron Sloet van den Beele (1806-1890), Fransen van de Putte, Van der Linden dll.

    Viruly Verbrugge menyampaikan perihal surat Willem Iskander itu kepada para anggota Tweede Kamer. Ia menyebutkan, bahwa surat itu ditulis dalam bahasa yang sangat sopan dan bijaksana. Viruly Verbrugge juga menjelaskan bahwa dahulu Willem Iskander pernah mendapat pendidikan di Negeri Belanda atas biaya Kerajaan. Kemudian, Kerajaan mengangkatnya menjadi guru kepala di Kweekschool Tanobato di Sumatera.

    Berhubung surat Willem Iskander itu adalah surat pribadi kepadanya, maka ia tidak dapat memperbanyaknya untuk para anggota Tweede Kamer. Surat itu berisi usul Willem Iskander agar pemerintah memberikan beasiswa kepada siswa dari Jawa, Sumatera dan Sulawesi untuk mengikuti pendidikan di Belanda seperti yang dialaminya sendiri. Willem Iskander menyebutkan, bahwa peranan guru-guru itu sangat besar dalam memajukan pendidikan bumiputera.

    Viruly Verbrugge prihatin terhadap ketidak adilan kebijakan pemerintah dalam pembiayaan pendidikan di Hindia Belanda. Pemerintah menyediakan biaya pendidikan bagi 25.000 orang Eropa setara dengan 7 ton emas per tahun, tetapi hanya setara 3 ton emas bagi 13 juta penduduk Pulau Jawa, tidak termasuk bumiputera di luar Jawa. Penduduk Pati yang 235.000 jiwa yang sama dengan jumlah penduduk Amsterdam, hanya 81 orang yang memasuki sekolah. Demikian juga Sumedang dengan penduduk 200.000 orang, hanya 53 orang yang menikmati pendidikan. Berdasarkan fakta-fakta itu Viruly Verbrugge mengajukan amandemen terhadap anggaran pendidikan, agar Menteri Urusan Jajahan, De Waal, menambah anggaran pendidikan untuk bumiputera Hindia Belanda. Dalam hal ini Viruly Verbrugge juga menyinggung peningkatan anggaran pembangunan Kweekschool Tanobato.

    Usul amandemen Viruly Verbrugge dan anggota Moens itu, didukung anggota Tweede Kamer Jonckbloet, Bots, van Blom, Fransen van de Putte, Stieltjes, dan Fokker.

    Menarik sekali, Mr. Ludolf Anne Jan Wilt Baron Sloet van den Beele yang pada bulan Desember 1861 ditemui Willem Iskander di Batavia ketika menjabat Gubernur Jenderal, hadir dalam sidang ini sebagai anggota Tweede Kamer. Ia turut memberi tanggapan terhadap pidato Viruly
    Verbrugge tentang situasi pendidikan di Hindia Belanda ketika itu. Mantan Gubernur Jenderal itu juga menceritakan bahwa ia mengetahui benar telah lama ada sekolah-sekolah desa yang dikelola oleh masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran membaca (veele kampongs en dessa’s kleine scholen bestaan om de inlanders te ontwikkelen en te leeren lezen).

    Ini bukan pertama kali Willem Iskander dibicarakan di dalam sidang-sidang Tweede Kamer. Sembilan tahun sebelumnya, pada sidang ke-6 tanggal 25 Sepetember 1860, Willem Iskander dan Multatuli menjadi bahan pembicaraan yang hangat sekali. Hadir dalam sidang itu Duymaer van Twist mantan Gubernur Jenderal yang memecat Eduard Douwes Dekker dari jabatan Asisten Residen Lebak. Ada 65 orang yang hadir di dalam sidang ini, 62 anggota, ketua Tweede Kamer, Reenen dan dua menteri, Menteri Urusan Jajahan J.J. Rochussen dan Menteri Keuangan Van Hall. Tokoh terkenal lainnya yang hadir adalah Thorbecke, Elout van Soeterwoude dan Van Hoëvell. Anggota parlemen membahas dampak terbitnya buku Max Havelaar karya Multatuli yang sangat mengguncangkan dan mempermalukan pemerintah kerajaan Belanda ketika itu.
    Sedangkan pembahasan tentang Willem Iskander adalah seputar beasiswa yang diberikan oleh kerajaan melalui Menteri Urusan Jajahan, J.J. Rochussen.

    Gagasan pembaharuan pendidikan guru bumiputera yang disampaikan oleh Willem Iskander kepada Van der Chijs di Tanobato, 1866, dan pembahasan suratnya di Tweede Kamer, November 1869, telah membuahkan hasil.

    Van der Chjis membuat rencana jangka panjang dan jangka pendek peningkatan mutu pendidikan guru bumiputera. Satu yang penting, adalah pemberitahuannya kepada Willem Iskander, 1869, bahwa ia ditugaskan membawa dan membimbing delapan guru muda untuk meneruskan pendidikan di Negeri Belanda. Delapan guru muda itu masing-masing dua orang dari Manado, Mandailing, Sunda dan Jawa.

    Sementara itu, pada tahun 1871, Van der Chijs mendekritkan pembaruan sekolah guru bumiputera. Ia membuat sejumlah syarat yang harus dipenuhi setiap sekolah guru bumiputera. Dekrit itu berkaitan dengan gagasan-gagasan Willem Iskander. Tiga syarat penting ialah:
    1.Sekolah guru harus menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
    2.Guru sekolah guru harus mampu menulis buku pelajaran.
    3.Bahasa daerah harus dikembangkan sesuai kaidah-kaidah bahasa.

    Pada tahun 1873, telah diketahui hanya tiga orang guru muda yang berangkat ke Negeri Belanda bersama Willem Iskander. Mereka adalah Banas Lubis murid Willem Iskander di sekolah guru Tanobato, Raden Mas Surono dari Kweekschool Surakarta, dan Mas Ardi Sasmita guru sekolah rendah di Majalengka lulusan Kweekschool Bandung.


    Ke Belanda Lagi

    Mr. J.A. van der Chijs sangat kecewa melihat mutu pendidikan di Kweekschool Fort de Kock yang sangat rendah, tidak lebih dari sekolah setingkat sekolah dasar. Sekolah yang didirrikan tahun 1856 ini dikelola oleh Abdul Latip Sutan Dinegeri, anak bangsawan Kota Gedang, yang bekerja sebagai pegawai di kantor pemerintah di Bukittinggi. Perbandingan kualitas pendidikan dan kurikulum Kweekschool Tanobato dan Kweekschool Fort de Kock pada tahun ajaran 1867 dan 1870 dapat dibaca di dalam buku saya Greget Tuanku Rao pada halaman 193 s.d. 199.
    Mungkin inilah sebabnya, kenapa Willem Iskander tidak mengusulkan calon dari Minangkabau untuk mendapatkan beasiswa belajar di sekolah guru di Negeri Belanda. Reorganisasi sekolah guru di Bukittinggi itu baru dirancang pada tahun 1873, yang kelak dikenal sebagai Sekolah Raja.
    Pada bulan April 1874 Willem Iskander bersama Banas Lubis, Ardi Sasmita dan Raden Mas Surono betolak dari Tanjung Priok ke Negeri Belanda dengan kapal Prins van Oranje.

    Mereka tiba di Bandar Amsterdam pada tanggal 30 Mei 1874. Sejak hari itu sampai dengan bulan Desember 1874, Willem Iskander tinggal bersama mereka di bekas pemondokan Willem Iskander, 1859-1861, di Prinsengracht 239, Amsterdam. Ini adalah alamat Oefenschool sekaligus tempat tinggal keluarga Dirk Hekker Jr., Direktur Oefenschool tempat Willem Iskander memondok dan belajar dahulu. Kemudian setelah tiga pemuda Mandailing, Sunda dan Jawa itu cukup beradaptasi dengan cuaca, lingkungan, kehidupan sosial dan sekolah, maka Willem Iskander pun pindah ke tempat lain yang tidak jauh dari pemondokan mereka.

    Proyek ini gagal. Tiga orang calon guru itu meninggal pada tahun 1875. Banas Lubis dan Ardi Sasmita meninggal di Amsterdam karena kesehatan mereka menurun disebabkan berbagai hal, antara lain rindu tanah air, cuaca buruk, dan masalah lain-lain yang menyebabkan mereka bertiga stres berat. Ketika Raden Mas Surono jatuh sakit, pemerintah mengambil keputusan untuk memulangkannya ke Tanah Air. Ada harapan Raden Mas Surono akan sembuh dalam perjalanan. Tetapi takdir menentukan lain. Raden Mas Surono meninggal dalam pelayaran ke Tanah Air. Nakhoda dan kelasi melarungkan jenazah Raden Mas Surono ke laut.

    Kematian tiga pemuda pilihan bangsa itu sangat memukul perasaan Willem Iskander. Cita-citanya yang luhur untuk mencerdaskan bangsa melalui pendidikan, ternyata gagal. Willem Iskander sangat murung. Dalam keadaan berduka itu, Godon memberikan nasihat kepada Willem Iskander untuk menikah. Kehadiran seorang isteri pastilah akan meringankan beban pikiran, karena ada teman berbagi duka.
    Willem Iskander menuruti nasihan Godon itu. Willem Iskander pun menikah dengan Maria Christina Jacoba Winter pada tanggal 27 Januari 1876 di Amsterdam. Berita pernikahan ini dibuat oleh Willem Iskander dan Maria Jacoba Christina Winter. Keesokan harinya mereka memasang iklan lagi untuk mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang hadir pada acara pernikahan itu. Ternyata pernikahan ini tidak berumur panjang. Willem Iskander wafat tanggal 8 Mei 1876, kemudian dimakamkan di Zorgvlied Begraafplaats, Amsterdam. Maria Jacoba Christina Iskander-Winter menjanda dengan identitas sebagai Janda Willem Iskander. Sampai usia lanjut ia bekerja di rumah sakit Witte Kruis. Maria wafat 25 April 1920 dalam usia 69 tahun, jasadnya dimakamkan di pekuburan Nieuwe Oosterbegraafplaats, Amsterdam.
    Dokumen-dokumen tentang pernikahannya dan kematiannya ada pada saya. Maria memasang iklan tentang kematian Willem Iskander dengan identitas yang sejak pernikahan mereka dipakainya, ialah Maria Christina Jacoba Iskander-Winter.

    Sebelum naskah Si Bulus-Bulus Si Rumbuk-Rumbuk dikirimkan ke Batavia, Willem Iskander sudah yakin akan berangkat ke Negeri Belanda untuk kedua kalinya. Itu sebabnya ia memberi nasihat pada bait 15 dan 16 sajak Mandailing:

    Tinggal ma ho jolo ale
    Anta piga taon ngada uboto
    Muda uida ho mulak muse
    Ulang be nian sai maoto

    Lao ita marsarak
    Marsipaingot dope au dio
    Ulang lupa paingot danak
    Manjalai bisuk na peto

    Terjemahan bebas dalam bahasa Indonesia:

    Tinggallah sayang
    Entah berapa tahun aku tidak tahu
    Jika aku melihat engkau kembali
    Janganlah lagi masih bodoh

    Ketika kita berpisah
    Aku masih berpesan kepadamu
    Jangan lupa menasihati anak
    Mencari ilmu yang benar


    Terjemahan bebas dalam bahasa Inggris, sbb.:

    I leave you darling
    I do not know for how many years
    If I saw you again
    Do not still be foolish

    When we separated
    I was still advising you
    Do not forget to advise children
    To seek the true knowledge


    Para Murid

    Saya mencatat di sini nama (sesuai EYD) lulusan Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzers Tanobato dengan posisi mereka di dalam masyarakat:
    1.Alimuda, Kepala Kampung Tanobato.
    2.Jabarani, guru kepala di Panyabungan dan Tanobato.
    3.Janatun gelar Jatimor, guru di Tanobato, Muarasoma, Kotanopan dan Gunung Sitoli.
    4.Philippus Siregar, guru di Sipirok dan Simapilapil.
    5.Si Bajora gelar Sutan Kulipa, guru di Muarasoma.
    6.Si Bortung gelar Raja Sojuangon, guru di Kotanopan, kemudian pada bulan Februari 1866 berangkat ke Batavia untuk melanjutkan pelajaran di Sekolah Tenaga Medis.
    7.Si Along gelar Jawirusin, guru di Natal.
    8.Si Brahim gelar Sutan Mangayang, guru di Panyabungan.
    9.Si Godung gelar Ja Pandapotan, guru di Padangsidimpuan.
    10.Badukun gelar Sutan Kinali, guru di Sibolga dan Singkil.
    11.Alimuda, Kepala Kampung Tanobato.
    12.Jabarani, guru kepala di Panyabungan dan Tanobato.
    13.Janatun gelar Jatimor, guru di Tanobato, Muarasoma, Kotanopan dan Gunung Sitoli.
    14.Philippus Siregar, guru di Sipirok dan Simapilapil.
    15.Si Bajora gelar Sutan Kulipa, guru di Muarasoma.
    16.Si Bortung gelar Raja Sojuangon, guru di Kotanopan, kemudian pada bulan Februari 1866 berangkat ke Batavia untuk melanjutkan pelajaran di Sekolah Tenaga Medis.
    17.Si Along gelar Jawirusin, guru di Natal.
    18.Si Brahim gelar Sutan Mangayang, guru di Panyabungan.
    19.Si Godung gelar Ja Pandapotan, guru di Padangsidimpuan.
    20.Si Badukun gelar Sutan Kinali, guru di Sibolga dan Singkil.
    21.Si Pangiring gelar Ja Manghila, guru di Barus.
    22.Si Dagar, guru di Panyabungan.
    23.Si Gulut, guru di Kotanopan.
    24.Si Gumba Arun, guru di Muarasipongi.
    25.Si Gurunpade gelar Ja Naguru, guru di Simapilapil.
    26.Si Jakin gelar Ja Bolat, guru di Tanobato.
    27.Si Manahan gelar Ja Rendo, guru di Sipirok.
    28.Si Mangantar gelar Raja Baginda, guru di Hutaimbaru, Sipirok dan Muarasipongi. Ia adalah murid Willem Iskander yang paling cemerlang.
    29.Si Pangulu gelar Ja Parlindungan, guru di Sipirok, Kotanopan dan Padangsidimpuan.
    30.Si Sampur gelar Raja Laut, guru di Pargarutan dan Batunadua.
    31.Simon Petrus, guru di Bunga Bondar.
    32.Sutan Galangan, guru di Hutaimbaru.
    33.Si Gori gelar Mangaraja Nasution, guru di Tuka, Lumut dan Sibolga.

    Ada sebagian murid-murid Willem Iskander yang mengikuti jejaknya sebagai pengarang, penerjemah dan penyadur. Nama-nama mereka (sesuai EYD) dan judul karya mereka adalah, sbb.:
    1.Ja Lembang Gunung Doli, Soerat Parsipodaan. – Batavia, 1889.
    2.Ja Manambin, Si Djahidin. – Batavia, 1883.
    3.Ja Parlindungan, Kitab Pengadjaran. – Batavia, 1883.
    4.Ja Sian, Sutan Kulipa dan Ja Rendo, Mandhelingsche rekenboekje voor hoogste klasse. – Batavia, 1868.
    5.Mangaraja Gunung Pandapotan, On ma sada parsipodaan toe parbinotoan taporan parsapoeloean. – Batavia, 1885.
    6.Mangaraja Gunung Pandapotan, Parsipodaan taringot toe parbinotoan tano on. – Batavia, 1884.
    7.Philippus Siregar dan Sutan Kinali, Barita na denggan-denggan basaon ni dakdanak. – Batavia, 1872, 1904.
    8.Si Mangantar gelar Raja Baginda, On ma barita tingon binatang-binatang bahatna lima poeloe pitoe. –Batavia, 1868.
    9.Philippus Siregar dan Sutan Kinali, Boekoe basaon ni dakdanak di sikola. Boekoe pasadaon. Batavia, 1873.
    10.Raja Laut, Barita sipaingot. – Batavia, 1873.
    11.Si Pangiring dan Si Mengah, Boekoe basaon ni dakdanak di sikola. Boekoe padoeaon. – Batavia, 1873.
    12.Si Saridin, Sada barita ambaen parsipodaan. – Batavia, 1872.
    13.Sutan Kulipa, Dalanna anso binoto oemoer ni koedo.

    Pemuatan daftar nama murid Willem Iskander yang menjadi guru, kepala kampung dan pengarang ini dimaksudkan untuk memberi kesan betapa Willem Iskander telah berhasil mendidik agen-agen pembaharuan di Tapanuli, termasuk Nias. Daftar nama ini juga merupakan informasi kepada para keturunan mereka yang tersebar di mana-nama, bahwa leluhur mereka itu dahulu adalah murid-murid Willem Iskander yang dididik untuk menjadi pembaharu meneruskan jejak Willem Iskander.

    Kweekschool Tanobato ditutup tahun 1874 karena akan dibangun sekolah guru yang lebih baik di Padangsidimpuan yang sekaligus akan menjadi Pusat Studi Batak. Sekolah itu direncanakan akan dipimpin oleh Willem Iskander, 1876, setelah menyelesaikan lanjutan studinya dalam bidang kebudayaan di Negeri Belanda, 1874-1876. Tetapi sayang, Willem Iskander wafat di Amsterdam tanggal 8 Mei 1876. Pembangunan sekolah guru Padangsidimpuan itu pun ditunda sampai tahun 1879. Seperti telah disebutkan terdahulu, Charles Adriaan van Ophuysen ahli bahasa dan sastra Mandailing dan Melayu kelak pernah memimpin sekolah guru ini selama tujuh tahun.

    Willem Iskander telah berhasil membawa pencerahan di Tapanuli, khususnya di Tapanuli bagian Selatan (Tabagsel). Dr. H. Kroeskamp menulis: Tapanuli had every right to be proud of its talented teachers’ school master, one of the first who proved that an Indonesian could shoulder the responsibility of running of an important educational institution

    (Kroeskamp, 1974:233).
    SUMBER :http://basyral-hamidy-harahap.com

      Waktu sekarang Thu Mar 28, 2024 9:19 pm